Selamat Datang di Kampung Maya Si Gadis Ceria

Bingkisan sang Merpati, di akhir purnama


Bingkisan sang Merpati, di akhir purnama

Oleh: Maramita elfani

Aku begitu terperangah, saat mataku mengeja kalimat sederhana di secarik kertas mungil, yang kutemukan di balik buku yang ku pinjamkan pada seseorang, semalam.

aku merasa, kaulah yang terindah, dan akan lebih indah jika kau bersedia menghiasi hari-hariku dengan segala indahmu, dan selamanya”.

“Jleb!”, seketika gejolak batinku tak bisa ku kendalikan lagi. “Tuhan, apa maksud semua ini?”. Aku tak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa ternganga, meyakinkan diri, kalau aku memang tak salah mengeja deretan kata itu.

Ya Allah, apakah ini berarti…?. Ah nggak, terlalu cepat untuk mengambil sebuah kesimpulan, menurutku. Sedikit air mata haruku hampir menetes, yah…hampir.

Sore itu aku kembali bertemu dengan si empunya surat itu. Jujur, aku begitu takut, malu, dan tak tahu harus bersikap bagaimana terhadapnya. Forum Kajian Ilmiah ini memang sangat berjasa mempertemukan aku dengannya. Berkali-kali kita selalu terlibat dalam sebuah kontak yang begitu intens, meski berawal dari perbicangan seputar keilmuan atau yang berhubungan dengan organisasi, karena kebetulan sekali kita berdua memang punya kecenderungan yang sama disana.

Tak pernah terbayang aku akan menemukan seseorang seperfect dia. Pintar, cerdas, bijak, berwibawa, sabar, pengertian, sopan dan, ah…ku rasa tak cukup kata-kata pujian itu melukiskan sosoknya. Mengenalnya saja membuatku merasa menjadi salah satu wanita yang sangat beruntung.

Kagum. Yah…mungkin itulah yang ku rasakan saat itu. Pertama kali ku melihatnya, dia sedang menjadi presentator dalam sebuah seminar ilmiah. “Hmm…retorika yang bagus”, pikirku saat itu. Aku menyukai sosok seperti itu, sangat. Hanya saja, aku tak tahu, apakah sosok itu adalah seseorang yang sedang berlenggang di hadapanku saat ini.

Tak terbesit sedikitpun, kalo perasaan kagum itu akan berubah suatu saat. Entah…aku juga tak tahu akan berubah seperti apa rasa itu. Yang pasti…kini, perasaan itu memang telah berubah. Hanya saja, aku terlalu takut memvonisnya. Aku takut hatiku akan protes, andai saja aku salah mengartikannya.

@@@

Tak pernah terbayangkan olehku, kala Tanya itu kembali menghampiriku. Sekali lagi dia memaksaku untuk mengakui sesuatu yang sangat sulit ku ungkap selama ini. Perasaan yang suci dan teramat sakral bagiku. Dan hanya terungkap untuk sesosok pilihan. Yah…pangeran pilihan tuhan untukku.

“Tut…tut”, Nada dering sederhana itu berhasil membuatku terlonjak, bahkan gemetar, sesaat sebelum ku baca isinya. Berani hati kecilku menebak, sms ini dari seseorang yang telah berhasil membuat perasaanku ‘kacau’ dan ‘tak terarah’.

Sejenak ku pejamkan mata, sebelum ku baca rentetan kata yang membuat jantungku begitu cepat berdetak, sendi-sendiku seakan terlepas dari tubuhku. Lemas!

“Fida, seekor merpati tlah lama menunggumu, tuk hantarkan jawabmu kepada seseorang yang gelisah di balik senyumnya, disana”.

“Deg”

“Merpati itu sedang lelah kak, titipan ‘tanya’ mu begitu berat si sanggahnya. Sepertinya dia begitu payah, tuk hantarkan kembali titipan ‘jawab’ yang kan ku kirimkan untukmu. Tunggu sampai akhir purnama, sanggupkah kakak menunggunya?” (Massage sent).

Tak lama kemudian, ku terima sms balasan darinya.

Pasti!!! Dan aku berharap, titipmu kan cipta sebuah senyum dariku”.

Sms terakhirnya, sedikit membuatku lega, setelah aku merasa begitu sesak, bahkan untuk sekedar bernafas.

@@@

“Kak Fida, hari ini jadi kan kita ikut kajian?”, sambil mencomot kue hasil eksperimenku, gabungan terigu, susu, telor, cokelat, dll. Bentuk sih hancur, Cuma rasanya bung!!!, ungkapku narsis.

“Yups, tar jam dua di mulai, mau bareng?”, tanyaku kemudian.

“hmm…bolehlah, kebetulan hari ini lagi kosong, trus temanya?”.

“Wah, temanya menarik loh nel, tentang hermeneutika. Nah…katanya bulan depan Nely ada tugas bikin makalah tentang itu? Bagus tuh kalo ikut, lumayan, buat nambah wacana”

“Ehem, that’s right”, angguknya sok mantab.

@@@

Jam 13.40 kita berangkat. Sengaja berangkat lebih awal, karena nggak pengen ketinggalan presentasinya. Di perjalanan aku ngobrol banyak sama Nely, sesekali juga kita kasih komentar buat sopir tramco yang sangat ‘ugal-ugal’ an itu. Ugh…bikin sebel juga!

“ Tut…tut…tut”, tiba-tiba saja HP Nely bunyi. Sejenak dia menghentikan obrolan kita, buat baca smsnya.

“Ups…Nely lupa bawa titipan temen kak”, tangan kirinya menepuk jidatnya, ekspresi lucu-nya sempat buatku tertawa kecil, ah nely tetep aja pelupa!

“Hiks, kayaknya Nely harus balik lagi deh. Kak Fida duluan aja ya, tar Nel nyusul deh. Yaminak ya rais, ana nazlah hina insyaallah”, tanpa basa-basi dia langsung bergegas turun. “Kak…tunggu Nel disana yah”, sambil melambaikan tangan, aku mengagguk dan tersenyum.

@@@

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga.

“DEG”, kurasakan kakiku seakan begitu enggan tuk melangkah ke tempat kajianku. Perasaanku campur aduk, tak menentu. Dan sepertinya jantungku pun berdetak dua kali lebih cepat. Ah…aku takut, aku bingung, aku enggan, tapi tak bisa ku pungkiri, aku senang!.

Segera aku menepis semua perasaan itu. Tanpa ba bi bu, ku mempercepat langkahku ke tempat dimana aku akan bertemu dengannya.

“Ting…tong…ting…tong”, beberapa kali ku pencet bel. Dan, tak lama kemudian seseorang membukakan pintu untukku. “Nyess”…sesungging senyuman menyambutku. Oh God…kenapa sepertinya tulang-tulangku tak mampu menyanggah tubuhku saat ini. Aku begitu terkejut, ternyata orang yang sedang ada di hadapnku saat ini adalah dia. Meskipun sedikit kikuk, akhirnya ku balas dia dengan senyuman.

“Ahlan…”, tukasnya, mempersilahkan ku tuk masuk.

“Sukron”, jawabku ringan.

Diskusi yang panas. Aku begitu bersemangat mengikutinya. Hingga tak terasa, durasi waktu yang di tentukan telah habis.

Yups…selesai. Dan saatnya aku pulang.

Saat tanganku bergegas membukan pintu rumah itu, tanpa ku sadari, ada seseorang yang telah berdiri tegak di sampingku. Aku menoleh, dia hanya tersenyum dan menitipkan satu kata untukku, “Akhir purnama sebentar lagi, aku tunggu bingkisan cantiknya”, lalu berlalu begitu saja, meninggalkanku yang tercengang mendengarnya.

@@@

Kata-kata terakhirnya berhasil menyihirku, bahkan membuatku tetap terjaga malam ini. Sulit ku memejamkan mataku. Lalu ku putuskan saja untuk mengadu pada’Nya. Ku ambil air wudhu, ku pakai mukena, lalu segera ku hempaskan tubuhku, bersujud, memohon petunjuk’Nya.

Tuhan…

Diakah?

Benarkah dia pangeran yang kau utus

Tuk temaniku berjalan menuju firdausmu

Dia begitu sempurna

Untukku yang serba kekurangan

Dia begitu bijak

Untukku yang begitu labil

Dia begitu tangguh

Untukku yang begitu lemah

Sejujurnya…

Aku begitu malu

Tuk memohon dan berharap

Dialah sosok yang selama ini ku nanti

Dialah yang kan menerima semua abdi’ku

Dialah sosok yang kan mengisi sebuah ruang kosong

Yang bernama ‘hati’

Yang selama ini ku biarkan dia bersih

Karena aku memang tak ingin mempersembahkan

Setitik noda tuk menyambut kedatangannya…

Benarkah dia Tuhan?

Kalo boleh lancang ku berkata

“Jadikan dia yang terbaik” untukku Tuhan…!

Buliran air mataku tak tertahan. Aku menangis, karena aku terharu. Akupun heran, bagaimana bisa dia menyampaikan perasaannya padaku. Yah…seseorang yang selama ini ku impikan. Seseorang yang selama ini membayang, namun tak bisa ku tangkap cahayanya. Seseorang yang selama ini mengiringiku, namun aku tak pernah tahu keberadaannya di sampingku. Seseorang yang selama ini terlukis di salah satu ruang hatiku, namun wujudnya tak pernah ada di hadapku. Dan kini, dia datang. Tapi apakah benar dia?hmm…semoga!

@@@

Rupanya purnama itu telah datang. Ku tengok awan, kulihat disana telah berdiri sang merpati cantik, bersiap mengantarkan bingkisan untuk seseorang yang ada disana.

“Merpati, sampaikan salamku untuknya. Katakan padanya, aku siap menjadi wanita tuhan yang terutus untuknya. Berjalan beriringan. Dan bersama-sama merengkuh ridha-Nya”

Pandanganku menerawang keluar. Tak tahu harus bagaimana menyampaikan perasaanku padanya.

“Tut…tut”, Hp-ku berbunyi. Sms itu…ah, aku harus yakin!

“Sudah dikirim belum bingkisannya?”.

Sudah ku duga. Namun aku hanya tersenyum, lalu dengan mantab jariku menari di atas keypad .

“kak…Bingkisan itu telah siap. Sengaja Fida kemas cantik buat kakak. Bersampul pink, dengan balutan putih didalamnya. Yah…dia begitu besar, dan belum ada seorang pun, yang berhasil menyentuhnya sebelumnya. Fida yakin, bingkisan itu tercipta buat kakak. Untuk pertama kalinya, dan semoga selamanya. Yah…bingkisan itu bernama ‘cinta’”.

Tut…tut…

Ku terima balasan darinya.

“Seandainya Fida tahu, saat bingkisan itu terdekap erat dalam rengkuhan ini. perasaan ini begitu ingin berteriak lantang, tuk sekedar kabarkan pada dunia, tentang peristiwa terindah di akhir purnama ini. Jangan khawatir, aku akan menjaganya dan tak tak biarkannya lepas. Selamanya. Sampai sebuah ajal kan melukisakan cerita kedua untuk kita”.

Air mata ini tak tertahan. Aku bahagia…sangat.

Ya Allah, iringi aku dengan ridha-Mu.

By: m3_zombx

12 Des ‘07

22.02

0 comments: