Selamat Datang di Kampung Maya Si Gadis Ceria

Fiuuuhhh…ada aja!!!

Yah…sekarang tepat pukul 00:10 WK. Itu artinya, sepuluh menit yang lalu, aku telah memasuki hari yang baru. Btw…sekarang hari apa yah???
Wew…hu uh2, Yaps Senin.

Hari ini (kemarin maksudnya -sepuluh menit yang lalu-:D), bisa di bilang hari yang cukup melelahkan. Seharian jadi manusia jalanan, wekeke. Tapi insyaallah di jalan Allah kok (Ya iyalah, masak ya iya dunk).

Hmm…tapi bener-bener kehidupan yang indah…

Jam 08.00 aku harus segera prepare buat ngikut majmuáh* anak-anak baru. Yah, meski aku tidak bisa di bilang anak baru (Dah hampir tingkat akhir boo’:D), tapi aku termasuk pendatang baru di dunia ini (tasawuf-red). Hemm…pagi sekali untuk ukuran Kairo, yang notabene punya sirkulasi kehidupan yang terbalik. Kalo Peterpan yang nyanyi sih nggak pake kata sirkulasi terbalik. Langsung aja “kaki di kepala, kepala di kaki”, hue3x.

Agenda yang di rencanakan berikutnya, ikutan TALK SHOW-nya Word Smart Center plus technical meeting buat pelatihan 2 bulan kedepan. Jam 11:00 tepat!!!, gitu sih kata panitianya:D. But…bukan maksud melestarikan tradisi memalukan manusia Indonesia yang doyan ngaret sih, hanya saja pagi tadi aku benar-benar harus telat 2 jam dari jadwal semula. Humm…gimana nggak?!. Ngaji paginya belom kelar-kelar. Prediksi awal sih selesai sekitar jam 12:00 (GPP lah, telat sejam ke KPMJBnya), but…karena keasyikan dengerin mukhadarah sang Ustadz el-karim, jadi nggak rela juga ninggalin tuh majmuáh. Yah…maksud hati sih, biar seimbang, bisa dapet semua tanpa ada yang di korbanin.

Dan yaps…I couldn’t do anything. Just waiting for a permission!!!

Akhirnya, pukul 13:00 WK baru bisa nongol di pasanggrahan KPMJB. Hohoho…meski sedikit malu n nggak enak, nekat saja aku masuk (Ya iyalah, masak mau jaga di luar, weks).
Konklusi awal…
I was meeting => 3 presentator yang subhanallah…
Hem…nothing to say, just I like them!!!

Alhamdulillah…selesai juga akhirnya.

Pulang ke rumah sekitar jam setengah 6 sore. it’s the time for preparing “majelis dzikir” ba‘da maghrib. Ups…ternyata aku lupa, sebelum maghrib masih ada ngaji bersama Sang Ustadz tercinta. Humm…untungnya ngajinya nggak terlalu berat. Just about life, n I like it. Jadid hayatak milik Muhammad al-Ghozali pun jadi santapan kita.
GUBRAKK…sepertinya mataku dah nggak bisa di ajak kompromi deh. Ba’da maghrib rasanya dah pengen KO aja. Ngelihat bantal plus guling (nggak pake selimut, musim panas euy), jadi pengen tidur aja. Padahal majelis dzikir baru aja mau di mulai, hiks.
But…Nggak bisa!!!. Keenakan para setan dunk kalo ku turutin, ha3x. Ogah ah nemenin mereka. Mending masuk hamam, cuci muka plus tajdid al-Niyyah. Humm…YES, dunia kembali bersahabat denganku. Semangat itu masih tersisa rupanya.

Alhamdulillah…jam 23:30 kegiatanku berakhir.
Intermezo sebelum tidur => Curhat di Catatan harianku.

Dan…saatnya tiduuur…
Semoga Allah masih mengizinkanku melakukan sesuatu untuk-Nya esok hari.
Amin…

Regards
El_Funny
4 Agustus 2008
01:05

Terlalu sulit mendeteksi “Lillah” itu…

Ah…apa itu Lillahita’ala???
Karena Allah?
Hanya untuk Allah?
Hemm…mungkin saja seperti itu.

Bukan hal yang sulit untuk mengatakan, “aku melakukan semua ini lillahita’ala”, “aku beribadah lillahita’ala”, “aku beramal lillahita’ala”, bahkan “aku mencintaimu lillah”. Ah…bagiku terlalu mudah untuk sekedar mengeluarkan kata-kata itu dari mulut manusia.

Seandainya kata-kata itu bisa di jual. Mungkin saja akan ada berjuta-juta orang yang akan membelinya. Tidak menutup kemungkinan para manusia itu akan menumpuknya sebagai stok untuk di jadikan simbol dalam mengiringi segala tingkah lakunya.

Aku tidak yakin “lillah” itu banyak termiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Terlalu banyak hal dalam sesuatu. “Lillah” dan “tendensi” itu berbanding begitu tipis. Banyak orang yang mengecoh dan terkecoh dengannya. Yah, sekali lagi hanya simbol. Dan itu semua bullshit!.
Teramat sulit melakukan sesuatu hanya untuk-Nya. SANGAT!!!
Banyak tedensi yang berdiri tegak dengan kemilauan cahaya fananya. Dan sayangnya, sering kita terlelap dengannya, tak sadar!

Hanya kalangan elitis (di hadapan-Nya) lah yang mampu melakukannya. Dan sekali lagi, sangat sulit terdeteksi. Orang-orang tertentu, pilihan, dan hamba ideal yang di inginkan-Nya lah yang mungkin bisa sampai pada tahap itu.

Barometer “Lillah”, bukanlah ikhlas dhohiri yang hanya terlacak via asumsi mata yang melihatnya. Tidak menutup kemungkinan memang, namun ibarat data, validitasnya perlu di pertanyakan. Bukankah don’t judge anything by the cover?. kecantikan cover bisa di rekayasa oleh layouternya. Dan mungkin itulah yang sering kita lakukan dalam lelap kita. Tanpa ada khudlur dengannya, namun sebaliknya, dalam kondisi yang futhur.

Lillah, perlu dzauq. Lillah perlu ikhlas internal. Lillah perlu khudur. Lillah tak kenal tendensi, obsesi apalagi ambisi. Lillah hanya bisa di ketahui oleh dua pihak, dia dan Dia.

Mungkin saja dalam lelapku aku mengatakan, “Aku ingin bershadaqah lillah”. Yap, mungkin saja seorang aku benar-benar lillah. Tapi, tidak menutup kemungkinan seorang aku sedang lupa begitu saja dengan konsekuensi yang di harapkan oleh nuraniku. Dengan mencoba untuk tidak menyadari bahwa aku memang menginginkan sebuah pujian. Atau mungkin saja balasan dari manusia yang lain. Atau bahkan demi sebuah nama baik. Atau bahkan surga. Hmm…lalu itukah lillah?

Atau bahkan saat seseorang mengatakan “Aku mencintaimu lillah”. apa itu?
Yakin cinta itu lillah?…sebentar, tak perlu sebuah jawaban sepertinya. Untuk satu statemen ini, agaknya perlu seribu pertanyaan untuk mengambil sebuah kesimpulan.

Lalu atas dasar apa seseorang mencintai?
Menginginkan?
Ambisi?
Kepentingan?
Nafsu?
Prestise?
Atau apa?

Bahkan dengan seorang teman. Misalnya saja, seorang aku mencintai seorang sahabat. Bukan hal yang sulit untuk mengatakan semua itu hanya untuk-Nya. Hanya saja, terkadang seorang aku lupa atas sebuah kepentingan. Mungkin aku menyukainya karena dia pandai, ramah dan baik bagi seorang aku. Dengan sahabat itu, dia bisa melakukan apa yang dia inginkan. Sahabat itu mampu mendukung seorang aku untuk mencapai idealismenya. Atau bahkan seorang aku hanya merasa lebih nyaman bersamanya. Tidak ingatkah bahwa semua itu masih berbalut warna putihnya sebuah kepentingan?
Ah…lalu itukah lillah?

Aku tak ingin menodai kata itu. Lillah adalah lillah.
Tak ada kata yang patut untuk mendeskripsikannya. Terlalu suci dan sakral.

Lillah tak mengenal hijab antara dia dan Dia.
Tak ada tendensi apapun…
Yah hanya Lillah

Dan itu sangat SULIT!!!

Wallahua’lam
Akupun tak tahu bagaimana cara melakukannya

Rabbi, tunjuki kami
Hanya jangan keluarkan kami dari koridormu
Bantu kami mencintai-Mu
Bukankah cintaMu kepada kami lebih besar dari pada cinta kita untuk-Mu?
Rabbi…
Maafkan kami
[Regards]

El_Funny
0400808 =>02:45

Kenapa harus protes dengan sebuah takdir???

Seringkali aku mendengar sebuah statemen, “manusia tidak bisa hanya mengandalkan skenario takdir tuhan, tanpa melakukan apa-apa”. Sebagai interpretasi aplikatif dari ayat “Innallaha la yughayyiru ma bi qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim”.

Yah, bahkan itulah yang sering aku lakukan, dulu. Aku tidak memungkiri Allah Swt tidak akan memberikan sesuatu secara cuma-cuma kepada kami, para makhluknya. Kecuali makhluk-makhluk terpilihnya, dan tentu saja atas kehendak-Nya. Toh Dia berhak melakukan apapun.

Namun, sedikit yang buatku kecewa. Seringkali ayat itu di jadikan sebagai dalih legalisasi perbuatan manusia, dan tidak menutup kemungkinan termasuk aku di dalamnya. Perbuatan yang sebenarnya bukan termasuk dalam kemasan “hatta yughayyiru ma bi anfusihim”. Rangkaian cerita yang di rancang oleh makhluk Tuhan yang bernama nafsu, yang selalu mengikuti kemana manusia melangkah kerap menelusup di sela-sela perbuatan ”úsaha” versi manusia.

Secara umum, yang termasuk kedalam kategori takdir yang tidak bisa di rubah adalah yang berkaitan dengan rezeki, jodoh dan kematian. Kematian, mungkin tidak akan ada orang yang akan menyangkal, bahwa kematian itu rahasia Ilahi. Tidak akan ada yang mencoba beralasan atau sekedar menawarkan usaha untuk mempercepat atau memperlambatnya. Ya, kematian adalah kematian.

Berbeda dengan rezeki. Meski semua meyakini bahwa rezeki sudah di atur oleh-nya. Alokasi rezeki yang di tetapkan Tuhan sudah tercatat di lauh al-makhfudz. Namun ayat di atas tetap saja masih di posisikan di barisan pertama pintu ijtihad manusia. Semua harus ada usaha. Toh, tidak mungkin kan kita mendapat uang secara langsung (jatuh dari langit misalkan) dari Allah Swt. Okelah, mungkin usaha versi manusia kali ini bisa di terima. Meski pada akhirnya, ketika manusia sudah pada tahap putus asa dan pasrah, lagi-lagi semua akan bermuara pada takdir.

Lalu bagaimana dengan jodoh?

Sejatinya, akupun selalu bingung. Sebenarnya “usaha” yang bagaimana yang di inginkan Tuhan dari makhluk-Nya yang bernama manusia?!!.

Mungkin kekuatan, “jodoh adalah takdir” lebih kuat mengetengahkan kuasa Tuhan di banding “rezeki sudah ada yang mengatur”.
Jika ada yang mengatakan bahwa kita harus berusaha untuk bisa mendapatkan rezeki dari Allah Swt, sebab Dia begitu menyukai sebuah proses yang dilakukan oleh hamba-Nya. Aku begitu setuju, bahkan sangat setuju!!!.

Hanya saja aku selalu bingung saat orang mengatakan. Jodoh itu sudah di tetapkan oleh Allah Swt, namun selalu masih di akhiri dengan “Tapi kita juga harus berusaha”.

Selalu membuat jidatku mengkerut tiap kali mendengarnya. Sejujurnya, aku tak habis pikir, usaha yang bagaimana yang di maksud???
Okelah, katakan saja “iya” misalnya.

Lalu sekali lagi, apa bentuk usaha itu???
Pacaran kah?Selalu berusaha berpenampilan menarik kah?masuk pada banyak komunitas kah?melakukan proses pancarian dengan dua alat; mata dan nafsu kah?atau pasang iklan?Wew…

Aku sendiri tak tahu jawabnya yang mana.
Yang pasti aku selalu bingung.

Sampai saat ini yang menurutku masih sangat logis dan bisa di pertanggung jawabkan adalah, jika kita berusaha ingin mendapatkan jodoh yang baik, hanya “perbaiki diri” saja dulu. Bukankah Allah pun telah berjanji kepada kita, manusia. Siapapun yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula. Berkaca pada diri sendiri, jika ingin tau jodoh kita seperti apa dan bagaimana.

Ada seorang teman mengatakan padaku. “Jika saat ini aku sedang bersenang-senang dengan lawan jenisku di luar, tidak menutup kemungkinan jodohku kelak, juga sedang melakukan hal yang sama dengan lawan jenisnya sekarang. Atau sebaliknya, mungkin saja jika saat ini aku sedang serius belajar dan bercinta dengan-Nya, maka tidak menutup kemungkinan saat ini juga jodohku pun melakukannya“.

Yap, kalimat-kalimat itu begitu lekat di otakku. Terimakasih sahabatku.

Entahlah, bagaimana seharusnya…
Aku juga tak tahu…

Yang pasti, “usaha” versi Tuhan sulit untuk di deskripsikan. Manusia hanya bisa meraba. Seringkali sebuah kebenaran yang di yakini manusia adalah kesalahan bagi Tuhan.

Hanya yakini, SEMUA DARI ALLAH
Tak perlu protes dengan takdir-Nya

Kau tak akan puas jika Allah memberikan apapun yang kau minta. Yakinilah, semua yang ada padamu, adalah pemberian tuhan atas butuhmu. Yah, karena Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita minta.[regards]

El_Funny
Kairo, 240808
15:08

13:40

Terjebak dengan skala prioritas

Mengapa aku semakin bingung dengan sebuah skala priotitas?
Aku sering terjebak dengannya.

Hari ini, ada beberapa hal yang masuk dalam skala prioritas kegiatanku. Masing-masing berprosentase sama.
Pertama, Sebenarnya, pagi ini aku dan kawan serumah ada majmuáh (pengajian tasawuf bersama Usz. Rahimuddin al-Nawawi). Pengajian wajib seminggu sekali khusus anak baru. Belum temasuk majmuah wajib lainnya (hari Rabu misalkan). Karena teman-teman pada nggak bisa, dengan sangat tepaksa, pengajian itu di tunda sampai hari Senin besok. Dan mau nggak mau, kegiatan untuk besok harus di cut semuanya.

Kedua, siang ini ada dua acara yang yang harusnya aku ikuti. Dua-duanya, tak ada yang bisa lebih di prioritaskan. FORDIAN dan WORD SMART. Satu LPJ dan satu lagi sekolah wajib seminggu sekali. Ah, capek deh!
Di satu sisi, dua hari lagi pengurus WIHDAH ada LKS (Laporan Kerja Semester) kepada DPA. Dan tentu saja aku termasuk di dalamnya, ya bendahara. BINGUNG…laporan banyak yang belum masuk. Sedangkan kemungkinan aku hanya mempunyai sisa waktu satu kali dua puluh empat jam untuk menyelesaikannya. Padahal aku harus bertemu beberapa bagian untuk memeriksa validitas data yang ku terima. Lalu aku harus bagaimana?. Dan di sisi yang lain juga, aku sedang kurang enak badan!.

Ketiga, aku putuskan, AKU TINGGALKAN SEMUA hari ini. Kebetulan nanti sore ada pengajian yang selalu di adakan menjelang majlis dzikir, setiap hari ahad dan kamis sore. Dua kali aku tinggalkan karena aku mengikuti program word smart, yang harus ontime dan tidak boleh bolos. Akhirnya, dengan sangat terpaksa aku mengikuti madzhab Bodoh amat!!!. Kali ini aku putuskan untuk tetap di rumah, mencoba menyelesaikan laporanku dan ikut pengajian dengan ustadz, jadid hayatak karya Muhammad al-Ghazaly.

Mohon maaf untuk FORDIAN, aku tidak bisa ikut LPJ dan diskusi terakhir sebelum pergantian pengurus hari ini. Aku juga tidak bisa membantu banyak, bahkan akupun tidak bisa menjamin untuk terus ikut aktif bersama para senior seperti kalian. Dan Word Smart, maafkan aku juga. Berat untuk tidak mengikuti satu pertemuanmu. Tapi aku tak bisa apa-apa, banyak prioritas yang kali ini menagih jatah mereka.

Yah, aku sering terjebak dengan prioritasku sendiri. Padahal disana ada prioritas dari prioritasku sendiri yang belum terealisir.

Apa itu??
Biarkan aku dan Dia yang tahu.

Kairo, 24/8/2008

FLUKTUASIKU

Kemarin, 6 Agustus 2008. Natijah kelas 3 Tafsir turun.

Hmm…LEGA!!!

Alhamdulillah, akirnya masa penantian itu telah selesai. Benar-benar hari yang sangat menegangkan. Badan serasa tak bertulang ketika Najah, temen seperjuanganku, memberi tahuku kalau hari ini nilai turun.

LEMES…asli deh!!!

Selain capek, karena baru pulang dari rumah Ustadz. Aku juga sedang mempersiapkan mental, andai saja kemungkinan terburuk yang terjadi. Oh, no!!!. membayangkan saja, dunia seakan menjadi gelap, ha3x.

Rencana awal sih aku sendiri yang akan melihat dan mengambil natijah ke kuliah. Tapi aku juga khawatir bakal terlambat dan kertas nilai itu dah tersobek dan hilang. Aduh, harus gimana yah. But…untung channel-ku banyak, aku nitip saja sama salah satu sahabat terbaikku, si Neila.

Sebenarnya, sudah pernah kontrol seh sebelumnya. Hasil kontrol yang cukup menenangkan, meski ada sedikit harapan untuk ada kesalahan yang berujung kepada penambahan nilaiku, bukan sebaliknya. Tapi tentu saja, aku sudah akan sangat bersyukur sekali sengan ketetapan-Nya untukku. Aku selalu percaya, Dia menyimpan banyak hikmah untukku.

Dan akhirnya, Yaps…
“Mita, tenang aja ya, nilai kamu masih bagus kok”, suara di seberang sana sedang memberi tahuku.
Otakku berjalan cepat mencerna kata-katanya. “Masih bagus??”, batinku bertanya-tanya. Kata-kata ini sarat akan sebuah maksud “membuatku tenang”. Dan yah, benar dugaanku. Hasil kontrol itu tidak meleset.

Tahun ini aku mendapat predikat JJ. Ups…tapi bukan Jayyid Jiddan. JJ tahun ini berubah singkatan => Jayyid aJa, ha3x.

Yah, ternyata semua memang ada fluktuasi, termasuk natijahku. Tentunya aku sangat tak patut untuk tidak bersyukur, terlalu naif kalau harus ada penyesalan, terlalu tamak saat aku hanya mengeluh dan melupakan bahwa itu skenario-Nya. Natijahku kembali seperti natijah tahun pertamaku. Yah, Jayyid. Meski dengan psikologi yang berbeda. Tentu saja, saat itu aku menerima nilai Jayyid, dengan kondisiku yang belum pernah menerima natijah sebelumnya, dan target hanya sebuah kenajahan. Sedangkan tahun ini, posisi nilaiku, merosot. Setelah sebelumnya aku berpredikat Jayyid Jiddan, sebuah kewajaran bukan, saat kekecewaan itu sempat menghampiri memori otakku.

Tapi, itu hanya sebentar. Sejenak saja. Selanjutnya ribuan syukurku pun seakan tak cukup untuk mengungkapkan hadiah Tuhan untukku tahun ini. Sepertinya memang ada degradasi pada kelas 3 tafsir ini. Meski ada beberapa orang juga yang mengalami peningkatan, tapi aku menemukan banyak sekali yang mendapati nilai mereka menurun. Ada yang tadinya JJ menjadi single J, ada yang tadinya Jayyid menjadi manqul (bawa madah), dan lain-lain.

Tapi, tentu saja sekarang bukan saatnya membahas itu. Itulah fluktuasi, Allah sedang menguji dan mengingatkan kita. Ya, itulah bentuk kasih sayang-Nya untuk kita.

Khususnya aku…

Terimakasih ya Allah, atas kelulusanku tahun ini.
Terimakasih, engkau tidak sedang marah padaku bukan?. Aku bersyukur pada-Mu.

Aku tahu inilah yang aku butuhkan. Saat ini aku memang sedang membutuhkan Jayyid itu. Mungkin Allah tahu, mungkin saja jika aku tetap dengan predikat lama, semangatku tidak akan bangkit lagi. Mungkin saja aku akan sangat meremehkan apapun, kuliah misalnya. Allah tahu, mungkin saja jika aku tetap ber-JJ, aku tidak akan berusaha maksimal untuk berusaha khusnul khotimah di akhir perjalanan S1 ku disini. Dan Allah pun menyadarkanku, apa arti sebuah proses.

Proses belajarku tahun ini memang kacau. Hampir tidak pernah kuliah, belajar tidak semaksimal tahun sebelumnya. Ya, itulah aku. Dan pantas bukan saat Allah mengingatkanku tahun ini. Maafkan aku Rabbi…

Benar kata ustadz “Allah tidak akan memberikan apa yang kita minta, tapi Dia akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan”. Subhanallah memang, aku baru menyadari makna dari statemen tersebut.

Aku jadi teringat. Dulu aku pernah mengatakan, “Ällah begitu mengerti aku ya, saat aku harus menyediakan budget yang cukup tinggi untuk bayar sewa rumah (karena serumah cuma berempat), allah mengantarkan rezeki itu melalui pintu Bait al-Zakat dengan nilai JJ. Cukup besar jumlah beasiswa yang aku terima, dan sangat sesuai dengan kebutuhanku kala itu, ya sangat pas”.

Dan Allah pun tahu, sekarang aku sudah tidak tinggal di tempat yang sama. Aku tak perlu mengeluarkan biaya sebesar sebelumnya untuk sewa rumah. Dan itulah jawaban Tuhan untukku. Mungkin dia tidak ingin mempersulitku saat LPJ dengan-Nya nanti, di sana. Terimakasih Rabbi…
Kau tahu apa yang aku butuhkan.

Hanya saja, anehnya…
Aku merasa natijah tahun ini lebih indah dari dua tahun sebelumnya.
Aku menyadari banyak hikmah
Aku menyadari ketidak sadaranku
Aku menyadari Allah begitu menyayangiku

Terimakasih Rabbi…

Regards
El_Funny
070808 =>10:40

Detik-detik natijahku

Benar-benar hari yang menegangkan. Detik-detik dimana natijah mulai turun. Saat dimana para masisir harus mempersiapkan mental untuk menerima natijah, seandainya saja kemungkinan yang terburuk itu terjadi.

Ah, benar-benar saat yang menyebalkan. Tapi justru di sinilah seninya, ha3x. Saat ketakutan itu begitu memuncak, saat semua tak bisa terprediksi, saat harus memaksa diri untuk bisa menerima segala kemungkinan yang kan terjadi.

Hanya ada dua kemungkinan, Najah dan Rashib. Rabbi, berikan kemungkinan pertama pada kami. Mungkin juga hanya ada dua pilihan; senyuman atau tangisan. Saat dimana orang-orang mulai mereplay memori ujian mereka masing-masing, untuk sebuah prediksi yang ujung-ujungnya juga wallahua‘lam.

Dan aku?
Bagaimana dengan aku?
Aku baru sadar, mempertahankan lebih sulit dari pada meraihnya. Dua tahun dengan taqdir yang cukup memuaskan itu membuatku merasa seribu kali lebih takut.

Banyak ‘seandainya’ yang muncul di otakku. Memenuhi memori optimisku. Mendelete sebagian kepercayaan diriku. Meski aku tahu, itu bukanlah aku. Aku selalu percaya, that the one is what he thinks. Dan mungkin juga aku. Aku selalu percaya dengan kepercayaan Tuhan padaku. Dengan segala rasa tawadhu’ku pada-Nya, aku selalu berharap Dia menitipkan kepercayaan-Nya untuk ku memegang amanah cantik-Nya.

Tahun pertamaku, Jayyid. Tak ada perasaan apapun, kecuali rasa syukur yang sangat atas kepercayaan Tuhan padaku. Terimakasih Tuhan, terimakasih ya Allah. Mungkin Tuhan percaya, aku akan lebih semangat dengan predikat itu. Mungkin Dia yakin aku tidak akan sombong dengan itu. Mungin Dia memberiku sebuah motivasi untuk lebih baik selanjutnya. Mungkin juga itu bentuk penghargaanya padaku. Mungkin juga karena Allah menyayangiku. Terimakasih Tuhan.

Terimakasih engkau memberi motivasi bukan melalui sebuah kegagalan. Terimakasih engkau menaburkan benih semangat melalui sebuah awal yang cukup baik. Namun maafkan hamba, saat takabur itu sempat terlintas. Saat jiwa narsis itu sempat muncul. Yah, meski hamba tahu kau selalu membantu hamba untuk segera menepisnya. Karena hamba tahu engkau tahu hamba adalah manusia; tempat kesalahan itu bermukim.

Tahun keduaku, Jayyid Jiddan. Sekali lagi Allah memberiku sebuah kejutan yang begitu mengagumkan. Padahal ada insiden yang cukup mengerikan bagiku. Bagaimana tidak, aku sempat mengalami salah madah di tahun kedua ini, tepatnya term kedua. Karena keteledoranku yang sedikit meremehkan peran konfirmasi informasi yang valid, akhirnya satu madah menjadi korban. Ulumul Haditsku hancur. Kurang 3 poin untuk sampai pada nilai maqbul. Tapi tentu saja dengan izin-Nya, akhirnya nilai al-Quránku bisa me rafa’ tiga poin tersebut. Dan alhamdulillah, itulah hadiah Tuhan untukku di tahun keduaku.

Aku menerima informasi natijah ketika berada di rumah. Kebetulan sekali tahun 2007 kemarin aku di izinkan pulang oleh orang tuaku, dan Allah tentunya. Fiiuuh, benar-benar nggak nyangka, aku bisa sampai pada predikat itu. Perasaan hopeless ku sudah mendominasi. Apalagi saat itu aku sedang berhadapan secara langsung dengan orang-orang tercintaku, yang pastinya kepada merekalah aku mempertanggung jawabkan hasil perantauanku. Ketakutan memang sempat memuncak, tapi aku tahu mereka tak akan pernah memojokkanku dengan tuntutan-tuntutan mereka, yang selama ini sengaja ku lukiskan sendiri di otakku. Yah, sekedar untuk motivasi.

Dan itulah kejutan Allah untukku. Meski keteledoran itu sempat ku lakukan, namun Allah tak pernah teledor padaku. Dia selalu berhasil membuatku menjadi seorang hamba yang begitu malu atas nikmatNya. Sekali lagi terimakasih Tuhan.
Hari ini…
Detik ini…
Aku tak bisa memprediksi skenario-Nya untukku.
Aku tahu, Dia bijak. Bahkan sangat bijak.
Apapun itu, pasti ada skenario cantik di baliknya.

[regards]
El_funny
050808 => 00:15

Kembali aku memasuki Ramdahan-Mu Rabb…

Izinkan aku masuk dengan indah
Masuk pada wadah yang fitri
Aku pun ingin menjalaninya dengan fitri
Tentu saja, karena aku menginginkan menjadi fitri nantinya

Tapi aku selalu saja masih futur
Entah kemana diriku yang sedang tak bersama-Mu
Melancong ke negeri tiada arah
Tanpa beban dan seakan tak berdosa
Mengaku kuat dengan segala kelumpuhan
Nampak tegar dalam balutan kerapuhan
Tersenyum dalam airmata penyesalan

Dan sayangnya
Aku hanya mampu melukisakan penyesalan itu
Dengan liukkan kataku
Dengan semburat lusuh wajahku
"saja"

Tak ada yang istimewa
Sedang aku hanya "sedang" mencoba untuk melakukannya
Aku hanya mahir berapologi
Dengan-Mu yang sebenarnya tak membutuhkannya

Bukan lagi hitungan bulan ataupun hari
Kau tlah jawab rinduku pada-Mu
Kau kirimkan Ramadhan-Mu untukku
Kau sediakan ruang lapang
Untukku yang sedang ingin berlari
Dan tertatih mengejar-Mu